Senin, 07 November 2016

Sepatu Wakai

Saat Anda berjalan-jalan ke mal, cobalah mengarahkan pandangan ke bawah. Dengan mudah, kita mendapati pengunjung dengan sepatu kanvas berwarna-warni.

Itu adalah espadrilles, sepatu santai yang terbuat dari kanvas atau katun dengan sol lentur yang flat. Meski asalnya dari Semenanjung Iberia—tepatnya Pegunungan Pyrenia di perbatasan Prancis, Spanyol, dan Andorra—banyak yang mengira kasut tersebut datang dari Jepang.

Penyebabnya adalah Wakai, merek espadrilles yang sedang ngetren di Indonesia, ditulis dalam huruf kanji. Wakai Raifusairu, nama lengkapnya, diambil dari bahasa Jepang yang berarti “gaya hidup muda”.

Sebenarnya, Wakai adalah produk asli Indonesia. Kasut kain tersebut diproduksi PT Metroxx Global, pemegang lisensi produk fashion mancanegara, termasuk Crocs dan Superdry. Tangan Jepang hanya menyentuh sebagian kecil prosesnya. “Sebagian besar desain dibuat desainer Jepang,” kata Hendrick Setioadithyo, Kepala Komunikasi Pemasaran Wakai, seperti ditulis Koran Tempo, akhir pekan lalu. Berbekal sentuhan tangan asing tersebut, mereka pun mencantumkan embel-embel made of Japan, yang sekilas terbaca made in Japan.
 


Meluncur pertama kali pada 2012, tren penjualan Wakai naik dengan rata-rata 40 persen. Hendrick mengatakan, sepanjang tahun ini, mereka melego 35 ribu pasang sepatu saban bulan. Wajar jika kita bisa dengan mudah mendapati kasut-kasut centil tersebut di kanan-kiri kita. Mereka telah berekspansi ke Malaysia dan Singapura mulai Juni lalu.

Mereka hadir sebagai penantang Toms. Sejak 2006, produsen sepatu asal Santa Monica, California, ini menjadi patokan mode kasut kanvas dengan seringnya kamera paparazi mengabadikan selebritas Hollywood berseliweran dengan balutan Toms di kaki mereka.

Di Jakarta, sepatu tersebut bisa diperoleh di gerai The Goods Department Store dengan banderol di kisaran Rp 500 ribu. Angka itu lebih mahal ketimbang Wakai, yang berada pada kisaran Rp 275 dan Rp 375 ribu untuk bahan kanvas.

Toh, harga tidak selalu jadi masalah. “Gue lebih suka konsepnya Toms,” kata Mutiara Adelia Saputri, 20 tahun. Mahasiswi Universitas Indonesia itu merujuk pada “One-for-One”. Toms menjanjikan pemberian sepasang sepatu bagi warga tidak mampu pada setiap penjualan produk mereka.

Soal daya tahan, Adelia mengatakan bahan kanvas Toms cukup kuat. "Gue punya Toms dari kelas I SMA sampai sekarang belum rusak,” ujarnya. Artinya, kasut tersebut bertahan empat tahun. “Tergantung pemakainya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar